Dalam merespon tindakan
buruk orang lain, kita tidak perlu membiarkan kebebasan kita menjadi
tunduk atau dikendalikan oleh perlakuan buruk tersebut.
-
Kita hidup di dunia yang beraneka warna. Sehari-hari,
kita bertemu dengan orang-orang dengan berbagai rupa dan karakter. Dalam
pergaulan antar sesama, kita mungkin bertemu dengan orang yang
menimbulkan rasa sebal, amarah, atau bahkan menyakiti atau merendahkan
kita. Bereaksi secara baik terhadap hal-hal buruk di sekitar kita adalah
suatu tantangan emosi yang sulit. Akan tetapi dengan mengenali
asas-asas yang terkait dengan hakikat kebaikan, juga pola serta pengaruh
pikiran terhadap tindakan manusia, tantangan semacam ini dapat
diminimalkan.
Berikut ini adalah enam asas yang dapat membantu kita agar lebih mampu menanggapi hal-hal buruk secara positif:
Keistimewaan manusia
Satu keistimewaan utama yang mencirikan manusia sebagai makhluk termulia dari semua ciptaan ialah kemampuannya untuk menyadari dan mengendalikan alam pikirannya. Ya, alam pikiran yang merupakan medan bagi berprosesnya nalar, logika, dan rasa. Semua proses yang berlangsung di alam pikiran ini secara umum disebut akal budi. Dari pikiran muncul gagasan atau ide yang menjadi stimulan bagi tindakan.
Kesadaran akan proses ini memungkinkan kita untuk bertingkah laku dan berbuat sesuatu, bukan hanya oleh dorongan intuisi saja, melainkan melalui proses pertimbangan dan alasan. Hal ini menjadikan kita sebagai individu yang utuh dan memiliki kebebasan untuk memilih serta mengendalikan kehendak juga tindakan kita secara independen; termasuk tindakan yang merupakan respons terhadap hal-hal dari luar diri kita.
Kodrat pertentangan
Oleh kearifan tak terpahami dari Sang Mahapencipta, alam semesta kita telah diciptakan dalam satu alam dengan dua kodrat yang saling bertentangan. Pertentangan kodrati ini terwujud dalam banyak hal seperti kehidupan bertentangan dengan kematian; kebaikan bertentangan dengan kejahatan; kebahagiaan bertentangan dengan kesengsaraan; kasih sayang bertentangan dengan kebencian; serta banyak hal bertentangan lainnya.
Penghayatan yang mendalam mengenai kodrat pertentangan ini akan membawa kita pada kearifan yang lebih mulia, yakni pemahaman bahwa keberadaan dari pertentangan kodrati ini sebenarnya adalah bagian dan penunjang keberadaan kita. Secara perlahan-lahan, kita akan memahami bahwa sebuah dampak, misalnya kebaikan, sesungguhnya hanya dapat dinyatakan dan dikuatkan oleh hal-hal yang bertentangan dengannya.
Untuk memahami konsep ini, mari kita andaikan bahwa hari-hari kita secara terus-menerus hanya diisi oleh siang saja tanpa pernah ada malam, apa yang akan terjadi? Yang terjadi ialah, selamanya kita tidak akan pernah tahu bahwa itu adalah siang. Bahkan konsep tentang hari dan perputaran waktu pun mungkin tidak akan pernah terwujud dalam benak kita. Ketiadaan malam menghalangi hadirnya pengertian tentang adanya siang. Kita dapat mengetahui tentang “siang hari” hanya karena adanya malam.
Demikian pula halnya dengan kebaikan, kebaikan hanya dapat dinyatakan oleh adanya kejahatan. Menihilkan kejahatan secara permanen akan menghilangkan makna dan nilai dari kebaikan itu sendiri. Oleh karena itu, cara terbaik untuk mengagungkan kebaikan ialah menghindari dan tidak berbuat kejahatan. Kita tidak berkuasa untuk meniadakannya.
Kebebasan untuk memilih
Di dalam kodrat pertentangan ini,kita sebagai manusia telah diberkahi dengan kebebasan untuk memilih perbuatan kita. Namun kita harus membangun kendali yang kuat dan besar atas semua kehendak yang mendorong tindakan kita. Dalam upaya kita agar tetap berada dalam wilayah kebaikan, kita harus menggunakan kebebasan kita dan juga kendali tersebut secara bijaksana.
Dalam merespons tindakan buruk orang lain, kita tidak perlu membiarkan kebebasan kita menjadi tunduk atau dikendalikan oleh perlakuan buruk tersebut. Kita tidak lemah; sesungguhnya terdapat potensi besar dalam diri kita untuk mencapai tingkat kematangan pribadi yang tinggi seperti ini. Yang kita perlukan adalah mengenali potensi itu, melatihnya, serta membiasakan diri untuk menggunakannya. Ingatlah bahwa kita masing-masing adalah individu yang utuh dan independen.
Kekuatan nurani
Selain itu, kita juga telah dibekali dengan kemampuan secara nurani untuk mengenali hal-hal yang baik dan yang jahat. Kebebasan memilih dan kemampuan nurani kita untuk membedakan antara hal yang baik dan yang jahat, bila digunakan secara tepat, memungkinkan kita untuk tetap berada dalam ranah kebaikan terlepas dari buruknya situasi di luar diri kita.
Cara menempatkan diri
Ada dua posisi yang dapat kita pilih dalam menanggapi perlakuan orang lain terhadap diri kita yaitu:
Pertama, posisi yang menempatkan diri kita sebagai pribadi yang sepenuhnya berkuasa untuk mengendalikan tanggapan kita atas perlakuan orang lain. Pada posisi ini kita memiliki keleluasaan yang besar untuk memaafkan dan memaklumi ketidaksempurnaan orang lain. Posisi ini adalah landasan bagi kebesaran jiwa.
Sebaliknya, posisi kedua adalah posisi yang menempatkan diri kita sebagai korban dari perlakuan orang lain. Pada posisi ini kita menampilkan diri sebagai pribadi lemah dan secara tidak sadar pada saat yang sama kita mengerdilkan kemampuan dan kebebasan kita untuk memilih. Kita lebih berfokus pada penderitaan kita sebagai akibat dari ulah orang lain. Pada posisi inilah dendam dan kebencian berakar.
Memetik pelajaran berharga
Bila kita mampu menempatkan diri dengan baik, pengalaman buruk tidak selamanya buruk. Selalu ada nilai berharga yang dapat kita petik darinya. Sebagai contoh, dari kepura-puraan kita belajar tentang nilai ketulusan. Kita akan mengetahui bahwa ada perbedaan yang jelas antara upaya yang bertujuan hanya sekadar untuk menyenangkan dengan perbuatan baik yang tulus. Meskipun kadang-kadang kita harus merasa tersakiti terlebih dahulu sampai kita mengenalinya, jangan memberi ruang bagi kebencian bila berhadapan dengan kondisi yang demikian, karena hal itu hanya akan menghancurkan diri kita sendiri beserta pengetahuan berharga yang telah kita peroleh.
Dari pengalaman semacam itu kita dapat membangun komitmen dan keyakinan dalam diri kita bahwa bila kita jujur pada diri sendiri, kita tidak punya banyak waktu untuk berbuat sesuatu bagi orang lain selain mengasihi dan memperlakukan mereka sebagai manusia yang utuh.
Bukankah ini jauh lebih baik daripada sekadar berfokus pada rasa sakit hati atau ketersinggungan seandainya kita hanya menempatkan diri sebagai korban dari tindakan orang lain?
Keluhuran budi dan kebajikan dapat terbentuk dari pengalaman buruk. Yang menjadi penentu adalah cara kita menanganinya. Cermatilah hal-hal yang baik dari setiap hal buruk di sekitar Anda. Untuk hal buruk yang menimpa Anda, tanggapilah secara positif. Dengan sikap yang positif, kita dapat membuat kehidupan kita di dunia ini menjadi lebih indah.
Penulis: Setiaman Zebua
Sumber:
No comments:
Post a Comment