Melatih disiplin diri terus menerus menolong kita berhasil mencapai apa saja yang kita dambakan.
Menurut saya, ada empat (4) cara mengajar disiplin diri yang saya suka sebut sebagai 3 K dan 1 G, yaitu:
-
- Konsisten
- Komitmen
- Kasih
- Gairah/Hasrat
Konsisten
Dalam keluarga, ayah dan ibu berperan penting dalam menciptakan bentuk, pola berpikir, dan tingkah laku anak-anak mereka. Ke arah manakah mereka akan membawa anak mereka bergantung sepenuhnya dari cara disiplin diri yang diajarkan mereka dan menjadi siapakah dan apakah mereka kelak. Ayah dan ibu semestinya sudah mengambil keputusan untuk satu hati dan satu pikiran dalam menjalankan peraturan yang sudah ditetapkan, artinya setuju untuk saling mendukung. Mulailah melakukan peraturan di rumah sedini mungkin. Untuk anak-anak yang masih muda usia dimulai dengan kebiasaan-kebiasaan seperti di manakah mereka seharusnya meletakkan sepatu mereka setelah selesai dipakai, jam berapakah sudah siap untuk tidur, berapa kalikah sehari harus menggosok gigi, apakah ada giliran untuk mencuci piring, membuang sampah dan sebagainya. Peraturan-peraturan semacam ini perlu disiplin dari kedua belah pihak baik dari ayah atau ibu maupun anak-anak mereka. Inilah sikap konsisten.
Bagaimana mereka menjalankan atau tidak menjalankan disiplin ini dan tindakan apakah yang perlu diberikan sebagai ganjaran atau sebagai hukuman. Lalu apakah perlu adanya diskusi lagi antara ayah dan ibu apabila peraturan yang diberikan terlalu ringan atau terlalu berat bagi anak-anak mereka sehingga peraturan bisa dijalankan tanpa beban berat bagi anak-anak mereka, seperti misalnya anak usia lima tahun tentunya tidak akan bisa mencuci pakaian sendiri atau anak usia limabelas tahun hanya diminta untuk mengatur sepatu atau melakukan pekerjaan ringan lainnya.
Konsisten bisa berjalan apabila peraturan yang diberikan sesuai dengan usia mereka. Hendaknya ayah dan ibu konsisten terhadap tanggung jawab atau peraturan yang mereka berikan kepada anak-anak mereka, misalnya kalau ayah sudah mengizinkan anaknya untuk nonton TV selama satu jam sebelum belajar namun ibu dengan berbagai alasan tidak mengizinkannya. Contoh semacam ini akan membuat anak-anak bingung dan mereka belajar bahwa mereka akan lebih mudah dan lebih suka menjalankan perintah dari orang tua yang lebih lunak, dan mereka akan memberikan berbagai alasan untuk tidak melakukan tanggung jawab tersebut. Akibatnya peraturan tidak bisa diterapkan. Sebagai orang tua, demi kepentingan anak-anak serta disiplin, kita hendaknya memiliki cara yang tidak membebani anak-anak kita.
Komitmen
Definisi komitmen adalah perjanjian atau keterikatan untuk melakukan sesuatu; kontrak. [Kamus Besar Bahasa Indonesia]. Kesanggupan, janji, tanggungan. [sederet.com]
Saya berpendapat janji serta kesanggupan adalah sama dengan integritas. Misalnya kita berjanji membantu pindahan rumah seorang teman. Seandainya hujan deras tiba-tiba datang atau tidak ada kendaraan, dengan cara apa pun kita akan membantunya sampai tuntas karena janji yang sudah kita sanggupi tadi. Demikian pula dengan mengajar disiplin diri baik untuk anak-anak kita maupun diri kita sendiri. Sebelum mengambil keputusan untuk menyerah karena satu dan lain hal, misalnya karena hujan lebat, anak baru operasi, dsbnya., maka lihatlah ke depan dan bertanyalah kepada diri sendiri akan menjadi apakah kita atau anak kita bila kita tidak menepati janji kita.
Saya teringat sewaktu putra sulung kami masih kecil, waktu itu kami masih tinggal bersama orang tua suami saya, neneknya, yang baru saja memiliki cucu pertama, selalu membeli jajanan pasar dari penjual asongan yang datang ke rumah kami. Apa pun yang diminta oleh anak saya ini selalu diikuti oleh mertua saya dan apabila dia tidak suka atau tidak habis maka nenek akan makan sisanya. Saya yang sudah memiliki komitmen untuk mengajarkan disiplin kepada anak saya menjadi kesal karenanya. Saya membayangkan akan menjadi apakah anak saya ini kalau besar nanti apabila selalu dimanjakan oleh neneknya? Saya suka marah kepada anak saya tanpa bisa menjelaskan dengan benar mengapa saya marah. Anak saya menjauhi saya, dan sewaktu dia agak besar kami pindah rumah dan di situlah dengan susah payah saya mengajarkan disiplin ini dan dengan lega hati disiplin ini bisa diterapkan dengan baik.
Anak kita perlu memahami arti tanggung jawab dan komunikasi penting untuk menjalankan peraturan. Perintah tidak bisa diberikan begitu saja tanpa memberitahukan latar belakang/alasan mengapa ada peraturan. Mungkin sewaktu anak kita masih kecil, mereka tidak bisa memahami sepenuhnya alasan tersebut, namun kita bisa menggunakan kata-kata yang sederhana terlebih dahulu dalam menjelaskannya. Misalnya, "mama perlu bantuan, bisakah kamu membantu merapikan sepatu-sepatu?" Ungkapan tolong, terima kasih adalah kata-kata yang harus sering digunakan agar mereka memahami dan belajar untuk mengungkapkan perasaan bersyukur atas bantuan yang mereka berikan.
Kasih
Ada satu ungkapan yang berbunyi, "kasih ulet dan kasih lunak". Saya percaya semua orang tua mengasihi anak-anak mereka. Namun kasih yang bagaimanakah yang Anda miliki? Yang ulet atau yang lunak? Menurut saya kasih lunak itu adalah kasih yang sifatnya memanjakan sedangkan ulet adalah kasih yang memiliki tujuan. Kasih yang lunak menyebabkan anak-anak kita lemah tanggung jawab dan susah untuk belajar disiplin diri. Contohnya: Anak kita setiap kali ke toko melihat mainan bagus dan yang disukainya, maka dia akan minta untuk dibelikan. Mungkin Anda adalah orang tua yang mampu membeli mainan sebanyak yang mereka inginkan, dan menurut pendapat Anda tidak ada salahnya memiliki banyak mainan. Dan Anda berpikir, "Saya bekerja, kalau bukan untuk anak saya lalu untuk siapa?" Memang dalam satu hal ada benarnya, namun untuk lain hal pertanyaannya adalah, "apakah memang anak saya membutuhkan mainan sedemikian banyaknya?" atau "apakah anak saya hanya ingin memiliki mainan tsb.?" Karena melihat wajah sedih anak Anda, juga karena "kasih" Anda maka Anda membelikannya.
Kasih ulet adalah kasih yang mendatangkan manfaat besar bagi anak-anak kita sewaktu mereka besar nanti dan sewaktu ada tantangan untuk mengambil keputusan memilih yang benar. Salah seorang putra saya menabung untuk membeli satu mainan yang sangat diinginkan, saatnya tiba sewaktu kami akan membeli mainan tsb. Sayang sekali mainan tsb. sudah habis dan tidak ada di jual di toko-toko lainnya. Hati saya luluh melihat kekecewaan besar terpancar di wajah putra kami ini. Saya sungguh berharap saya dapat memberikan benda tsb. Sewaktu dia mengatakan kalau dia mau membeli mainan yang lain untuk menghibur kekecewaannya. Ayahnya mengatakan tidak dan menjelaskan kepadanya, "kamu tidak akan bahagia dalam hidupmu kalau selalu mendapatkan sesuatu yang bukan menjadi pilihanmu". Kami memandang ke depan, kami sadar apabila kami mengizinkan, maka kelak dia akan selalu mengambil pilihan kedua, ketiga dan seterusnya dan bukan pilihan pertama seperti yang diharapkan. Hati kami ingin mengatakan boleh tapi kami tahu keputusan itu tidak akan mengajar dia untuk mengambil keputusan yang benar dalam kehidupannya di masa depan.
Gairah/Hasrat
Pelajaran sekolah, hobi, atau belajar apa saja membutuhkan gairah/hasrat untuk melakukannya, demikian pula dengan disiplin diri butuh gairah untuk menjalankannya. Disiplin diri butuh penerapan setiap hari dan setiap saat. Semakin sering kita menerapkannya semakin mudah menjalankan disiplin ini. Suami saya sejak usia 14 tahun sudah memulai kebiasaan menulis jurnal dan tidak ada hari tanpa jurnal dan ini dilakukan sampai sekarang yang kira-kira sudah lebih dari 50 tahun.
Sama halnya menulis adalah hasrat yang dimiliki suami saya demikian pula hendaknya mengajarkan disiplin diri kepada diri kita maupun anak-anak kita. Hasrat ini hendaknya menjadi motivasi/dorongan yang akan mewujudkan cita-cita kita yaitu mengajar disiplin dan buahnya adalah disiplin ini akan menjadi bagian dalam hidup kita. Begitu disiplin sudah menjadi bagian dalam hidup kita maka sama seperti suami saya di mana tidak ada hari tanpa menulis jurnal, bagi kita tiada hari tanpa disiplin.
Penulis: Mary Kadarusman
sumber
- Konsisten