Luar Biasa! Ungkapan itu spontan terucap setelah citra-citra
satelit LRO dalam resolusi yang tak pernah didapatkan sebelumnya secara
gemilang berhasil menguak salah satu teka-teki besar dalam saga
pendaratan manusia di Bulan: nasib bendera yang ditancapkan di tanah
Bulan. Sepanjang misi pendaratan manusia di Bulan yang telah berlangsung
hingga enam kali dalam kurun waktu 1969 hingga 1972 dalam bentuk misi
Apollo 11 hingga Apollo 17, kecuali Apollo 13 yang mengalami ledakan
tanki Oksigen pada modul komandonya sehingga pendaratan di Bulan
terpaksa dibatalkan, terdapat enam bendera pula yang telah ditancapkan
di setiap titik pendaratan. Seluruhnya adalah bendera AS.
Bendera menjadi salah satu topik panas dalam diskursus pendaratan manusia di Bulan. Kaum skeptis menyuguhkan bendera “berkibar” (padahal sejatinya berupa bendera terentang statis) sebagai salah satu alasan menolak adanya pendaratan manusia di Bulan dan menganggapnya hanyalah omong kosong dan tipu-tipu model Perang Dingin. Sebaliknya kaum optimis menganggap bendera tersebut tinggal tiangnya saja tanpa kain. Sebab dengan bahan dasar nilon, sulit untuk membayangkan bagaimana kain bendera bisa bertahan dalam lingkungan Bulan yang keras. Selama empat dekade terakhir, kain bendera berada dalam kondisi hampa udara dengan paparan panas ekstrim setinggi 100 derajat Celcius di siang Bulan (sepanjang 14 hari Bumi) dan kemudian disusul paparan dingin amat membekukan (serendah minus 180 derajat Celcius) di malam Bulan (sepanjang 14 hari Bumi juga) disertai paparan sinar ultraungu Matahari yang berlebih, sinar kosmik dari Matahari dan dari seantero penjuru serta mikrometeorit. Dengan lingkungan sedemikian keras, tak heran banyak yang meramalkan kain bendera di Bulan telah terkelantang, terdegradasi, robek-robek, atau malah terdesintegrasi demikian rupa sehingga hancur menjadi debu.
Benarkah demikian?
Peluncuran satelit penyelidik Bulan LRO (Lunar Reconaissance Orbiter) pada 18 Juni 2009 menawarkan kesempatan untuk menganalisis bagaimana nasib bendera-bendera yang ditancapkan di permukaan Bulan secara tidak langsung. Satelit yang ditujukan untuk memetakan topografi global Bulan, mengkarakterisasi radiasi antariksa di orbit Bulan dan menyelidiki kawasan kutub-kutub Bulan guna mencari kemungkinan eksistensi air di Bulan membawa kamera beresolusi sangat tinggi yang mampu mengidentifikasi benda hingga seukuran 0,5 meter di Bulan berkat ketinggian orbitnya (yang hanya 50 km dari permukaan Bulan) dan sifat orbitnya (orbit polar/kutub). Kemampuan tersebut membuat satelit LRO untuk pertama kalinya mampu mengidentifikasi jejak-jejak yang ditinggalkan dalam empat dekade silam pada program pendaratan manusia di Bulan. Jejak tersebut meliputi sisa modul Bulan, perangkat penyelidikan ilmiah, tapak-tapak kaki astronot dan alur-alur roda kendaraan penjelajah Bulan.
Bendera Bulan sebenarnya tidak menjadi target penyelidikan LRO, karena dengan diameter tiang bendera hanya 2 cm, amat sulit untuk mengidentifikasinya dalam citra LRO. Satu-satunya cara memungkinkan hanyalah mendeteksi bayang-bayang kain bendera di bawah terik sinar Matahari. Dengan kain bendera seukuran 1,5 meter x 1 meter untuk Apollo 11 hingga 15, maka bayang-bayang kain bendera dapat dideteksi kamera satelit LRO. Dengan mengambil sejumlah citra dalam berbagai kondisi pencahayaan Matahari, misalnya sejak setelah terbit, berketinggian rendah di langit timur Bulan, berketinggian rendah di langit barat Bulan hingga jelang terbenam, maka bagaimana dinamika bayangan bendera mengikutinya bisa ditelaah sehingga lokasi bendera bisa dipastikan. Tentu saja dengan catatan jika kain bendera itu masih ada.
Selain itu perlu diperhatikan pula catatan Edwin Aldrin, astronot Apollo 11. Dalam bukunya Return to Earth setebal 239 halaman, Aldrin menuturkan bendera yang ditegakkannya bersama Neil Armstrong di Mare Transquilitatis, dengan tiang bendera sepanjang 2,7 meter dengan 0,6 meter diantaranya ditancapkan ke tanah Bulan, telah ambruk akibat posisinya terlalu dekat dengan modul Bulan. Sehingga tatkala modul dinyalakan kembali (untuk pulang ke Bumi), semburan gasbuang yang amat kuat menyebabkan kain bendera beserta tiangnya ambruk ke tanah. Citra satelit LRO memang mengonfirmasi catatan Aldrin.
Sehingga hanya tersisa lima titik saja dimana bendera kemungkinan masih tersisa. Dari kelima titik tersebut, LRO secara gemilang mampu mengidentifikasi bendera (tepatnya bayang-bayang bendera) di tiga titik, yakni di lokasi pendaratan Apollo 12, Apollo 16 dan Apollo 17.
Pada lokasi pendaratan Apollo 12, bendera ditancapkan dengan mekanisme engsel pengunci pada penyiku-atas mengalami kerusakan, sehingga kain bendera menjadi terkulai, tidak terentang sebagaimana halnya bendera pada titik pendaratan Apollo 11. Meski demikian bayangan kain bendera di tanah Bulan tercetak jelas. Berdasarkan citra dari astronot Apollo 12, pada saat tinggi Matahari 10 derajat di atas horizon timur, bayangan kain bendera merentang sejauh 2,8 meter hingga 12 meter dari dasar tiang bendera. Dengan tanah Bulan di lokasi pendaratan cenderung datar, bayangan kain bendera di lokasi pendaratan Apollo 12 cukup jelas terlihat dalam citra LRO. Pada saat Matahari baru saja terbit (tinggi Matahari hanya 8 derajat di atas horizon timur), bayangan kain bendera merentang hingga sepanjang 15 meter ke arah barat. Demikian halnya pada saat Matahari mendekati terbenam (tinggi Matahari 6 derajat di atas horizon barat), bayangan kain bendera merentang hingga 20 meter, kali ini ke arah timur.
Sementara pada lokasi pendaratan Apollo 16, mekanisme engsel pengunci bekerja baik sehingga kain bendera dapat terentang seperti seharusnya. Namun akibat terpasang terlalu dekat dengan modul Bulan, semburan gasbuang saat modul dinyalakan kembali menyebabkan tiang bendera miring hingga 30 derajat. Sehingga, bayang-bayang kain bendera yang dihasilkannya tidak sepanjang bayang-bayang kain bendera di lokasi pendaratan Apollo 12. Meski demikian satelit LRO mampu mengidentifikasinya dengan baik.
Hal serupa juga terjadi pada lokasi pendaratan Apollo 17. Ukuran kain benderanya 20 % lebih besar dibanding yang lain dengan tiang bendera terpancang lebih dalam, sehingga mampu bertahan tanpa tergeser/miring ketika terkena semburan gasbuang modul Bulan saat dinyalakan kembali. Ini membuat satelit LRO mampu mengidentifikasi bayangan kain benderanya dengan baik.
Bagaimana dengan nasib bendera pada lokasi pendaratan Apollo 14 dan Apollo 15? Foto-foto dari astronot Apollo 14 mengindikasikan bendera masih terpasang di tempat ditancapkannya pada kondisi terentang pada saat modul Bulan dinyalakan kembali. Pun demikian halnya di lokasi pendaratan Apollo 15. Namun satelit LRO tidak bisa mengidentifikasi bayang-bayang kain bendera di kedua lokasi pendaratan tersebut. Apa penyebabnya masih belum jelas, meski dugaan bendera telah mengalami degradasi hingga lepas dari tiangnya atau karena kondisi pencahayaan Matahari yang kurang mendukung saat LRO mengambil citra.
sumber: kompasiana
Dituliskan juga di Langitselatan.com dan Kafeastronomi.com
Bendera menjadi salah satu topik panas dalam diskursus pendaratan manusia di Bulan. Kaum skeptis menyuguhkan bendera “berkibar” (padahal sejatinya berupa bendera terentang statis) sebagai salah satu alasan menolak adanya pendaratan manusia di Bulan dan menganggapnya hanyalah omong kosong dan tipu-tipu model Perang Dingin. Sebaliknya kaum optimis menganggap bendera tersebut tinggal tiangnya saja tanpa kain. Sebab dengan bahan dasar nilon, sulit untuk membayangkan bagaimana kain bendera bisa bertahan dalam lingkungan Bulan yang keras. Selama empat dekade terakhir, kain bendera berada dalam kondisi hampa udara dengan paparan panas ekstrim setinggi 100 derajat Celcius di siang Bulan (sepanjang 14 hari Bumi) dan kemudian disusul paparan dingin amat membekukan (serendah minus 180 derajat Celcius) di malam Bulan (sepanjang 14 hari Bumi juga) disertai paparan sinar ultraungu Matahari yang berlebih, sinar kosmik dari Matahari dan dari seantero penjuru serta mikrometeorit. Dengan lingkungan sedemikian keras, tak heran banyak yang meramalkan kain bendera di Bulan telah terkelantang, terdegradasi, robek-robek, atau malah terdesintegrasi demikian rupa sehingga hancur menjadi debu.
Benarkah demikian?
Peluncuran satelit penyelidik Bulan LRO (Lunar Reconaissance Orbiter) pada 18 Juni 2009 menawarkan kesempatan untuk menganalisis bagaimana nasib bendera-bendera yang ditancapkan di permukaan Bulan secara tidak langsung. Satelit yang ditujukan untuk memetakan topografi global Bulan, mengkarakterisasi radiasi antariksa di orbit Bulan dan menyelidiki kawasan kutub-kutub Bulan guna mencari kemungkinan eksistensi air di Bulan membawa kamera beresolusi sangat tinggi yang mampu mengidentifikasi benda hingga seukuran 0,5 meter di Bulan berkat ketinggian orbitnya (yang hanya 50 km dari permukaan Bulan) dan sifat orbitnya (orbit polar/kutub). Kemampuan tersebut membuat satelit LRO untuk pertama kalinya mampu mengidentifikasi jejak-jejak yang ditinggalkan dalam empat dekade silam pada program pendaratan manusia di Bulan. Jejak tersebut meliputi sisa modul Bulan, perangkat penyelidikan ilmiah, tapak-tapak kaki astronot dan alur-alur roda kendaraan penjelajah Bulan.
Bendera Bulan sebenarnya tidak menjadi target penyelidikan LRO, karena dengan diameter tiang bendera hanya 2 cm, amat sulit untuk mengidentifikasinya dalam citra LRO. Satu-satunya cara memungkinkan hanyalah mendeteksi bayang-bayang kain bendera di bawah terik sinar Matahari. Dengan kain bendera seukuran 1,5 meter x 1 meter untuk Apollo 11 hingga 15, maka bayang-bayang kain bendera dapat dideteksi kamera satelit LRO. Dengan mengambil sejumlah citra dalam berbagai kondisi pencahayaan Matahari, misalnya sejak setelah terbit, berketinggian rendah di langit timur Bulan, berketinggian rendah di langit barat Bulan hingga jelang terbenam, maka bagaimana dinamika bayangan bendera mengikutinya bisa ditelaah sehingga lokasi bendera bisa dipastikan. Tentu saja dengan catatan jika kain bendera itu masih ada.
Selain itu perlu diperhatikan pula catatan Edwin Aldrin, astronot Apollo 11. Dalam bukunya Return to Earth setebal 239 halaman, Aldrin menuturkan bendera yang ditegakkannya bersama Neil Armstrong di Mare Transquilitatis, dengan tiang bendera sepanjang 2,7 meter dengan 0,6 meter diantaranya ditancapkan ke tanah Bulan, telah ambruk akibat posisinya terlalu dekat dengan modul Bulan. Sehingga tatkala modul dinyalakan kembali (untuk pulang ke Bumi), semburan gasbuang yang amat kuat menyebabkan kain bendera beserta tiangnya ambruk ke tanah. Citra satelit LRO memang mengonfirmasi catatan Aldrin.
Sehingga hanya tersisa lima titik saja dimana bendera kemungkinan masih tersisa. Dari kelima titik tersebut, LRO secara gemilang mampu mengidentifikasi bendera (tepatnya bayang-bayang bendera) di tiga titik, yakni di lokasi pendaratan Apollo 12, Apollo 16 dan Apollo 17.
Pada lokasi pendaratan Apollo 12, bendera ditancapkan dengan mekanisme engsel pengunci pada penyiku-atas mengalami kerusakan, sehingga kain bendera menjadi terkulai, tidak terentang sebagaimana halnya bendera pada titik pendaratan Apollo 11. Meski demikian bayangan kain bendera di tanah Bulan tercetak jelas. Berdasarkan citra dari astronot Apollo 12, pada saat tinggi Matahari 10 derajat di atas horizon timur, bayangan kain bendera merentang sejauh 2,8 meter hingga 12 meter dari dasar tiang bendera. Dengan tanah Bulan di lokasi pendaratan cenderung datar, bayangan kain bendera di lokasi pendaratan Apollo 12 cukup jelas terlihat dalam citra LRO. Pada saat Matahari baru saja terbit (tinggi Matahari hanya 8 derajat di atas horizon timur), bayangan kain bendera merentang hingga sepanjang 15 meter ke arah barat. Demikian halnya pada saat Matahari mendekati terbenam (tinggi Matahari 6 derajat di atas horizon barat), bayangan kain bendera merentang hingga 20 meter, kali ini ke arah timur.
Sementara pada lokasi pendaratan Apollo 16, mekanisme engsel pengunci bekerja baik sehingga kain bendera dapat terentang seperti seharusnya. Namun akibat terpasang terlalu dekat dengan modul Bulan, semburan gasbuang saat modul dinyalakan kembali menyebabkan tiang bendera miring hingga 30 derajat. Sehingga, bayang-bayang kain bendera yang dihasilkannya tidak sepanjang bayang-bayang kain bendera di lokasi pendaratan Apollo 12. Meski demikian satelit LRO mampu mengidentifikasinya dengan baik.
Hal serupa juga terjadi pada lokasi pendaratan Apollo 17. Ukuran kain benderanya 20 % lebih besar dibanding yang lain dengan tiang bendera terpancang lebih dalam, sehingga mampu bertahan tanpa tergeser/miring ketika terkena semburan gasbuang modul Bulan saat dinyalakan kembali. Ini membuat satelit LRO mampu mengidentifikasi bayangan kain benderanya dengan baik.
Bagaimana dengan nasib bendera pada lokasi pendaratan Apollo 14 dan Apollo 15? Foto-foto dari astronot Apollo 14 mengindikasikan bendera masih terpasang di tempat ditancapkannya pada kondisi terentang pada saat modul Bulan dinyalakan kembali. Pun demikian halnya di lokasi pendaratan Apollo 15. Namun satelit LRO tidak bisa mengidentifikasi bayang-bayang kain bendera di kedua lokasi pendaratan tersebut. Apa penyebabnya masih belum jelas, meski dugaan bendera telah mengalami degradasi hingga lepas dari tiangnya atau karena kondisi pencahayaan Matahari yang kurang mendukung saat LRO mengambil citra.
sumber: kompasiana
Dituliskan juga di Langitselatan.com dan Kafeastronomi.com