Pelopor Musik Jazz Itu Telah Tiada
Beverly Hills – Dunia kehilangan Ray Charles Robison berarti telah kehilangan salah satu musisi terbaiknya sepanjang sejarah. Penyanyi merangkap pianis dan saksofonis, Ray Charles meninggal dunia di usia ke-73 hari Kamis (10/6/2004) di kediamannya di Beverly Hills.
Charles yang kehilangan indra penglihatannya sejak usia 7 tahun dan menjadi anak yatim piatu pada usia 15 tahun merupakan salah seorang musisi berbakat yang telah menghasilkan lagu-lagu hits sepanjang masa. Charles juga menjadi musisi pertama yang mengombinasikan lagu-lagu gospel dengan lirik-lirik bernada kasar. Seperti yang pernah dikatakan produser legendaris Jerry Wexler, bahwa musik Charles mencakup beragam jenis musik, mulai dari gospel, R&B, soul. Rock n’ roll. Country, jazz, big band hingga blues. Senyum dan suara khasnya menyimpan kegetiran akibat masa kecilnya yang buruk, menjadikan karya-karyanya masih terus dinikmati dari generasi ke generasi.
”Suaranya abadi sepanjang masa. Dia benar-benar lelaki yang luar biasa, penuh rasa humor dan lucu,” ujar Aretha Franklin. ”Dia adalah seorang musisi besar dan tentu saja, dia memperkenalkan nyanyian soul sekuler kepada dunia.”
Billy Joel, rekan sejawatnya sesama pemain piano, selama beberapa tahun terakhir, kesehatan Charles menurun drastis, menyusul operasi pemindahan panggulnya dan didiagnosis mengidap penyakit gagal lever. Tapi ini semua tidak menyurutkan semangatnya untuk terus berkarya.
”Ada beberapa kali dia mengatakan, ‘Saya merasa tidak enak badan hari ini tapi saya akan mencoba meredakannya dulu supaya bisa kembali besok.’ Dan keesokan harinya dia tidak pernah kembali lagi,” kenang John Burk, yang memproduseri album terakhir Charles, Genius Loves Company.
Penampilan Charles terakhir kalinya di depan publik adalah bersama Clint Eastwood tanggal 30 April, ketika kota Los Angeles menunjuk studio milik Charles yang dijadikan sebagai gedung bersejarah.
Pelopor Jazz
Kebanyakan orang mungkin hanya mengenang Charles lewat lagu-lagunya yang menjadi hits di seluruh dunia, tapi mereka lupa bahwa Charles sesungguhnya adalah seorang pelopor musisi jazz di tahun 1950-an.
Musisi bernama lengkap Ray Charles Robinson, lahir tanggal 23 September 1930 di Albany. Belakangan ia membuang nama belakangnya ketika tampil di atas panggung, untuk membedakannya dengan petinju Sugar Ray Robinson.
Ayah Charles, Bailey, adalah seorang mekanik merangkap tukang, sementara ibunya, Aretha, bekerja di tempat penggergajian. ”Bicara soal kemiskinan,” kata Charles. ”Kami ada di bagian bawah tangga.”
Charles menyaksikan adiknya tenggelam di dalam ember cuci ibunya ketika ia berusia 5 tahun, ketika keluarganya tengah berjuang hidup melawan kemiskinan di era Depresi. Indra penglihatannya hilang dua tahun kemudian. Glokoma sering disebut menjadi penyebabnya, meskipun Charles tidak pernah mengatakan bahwa dokter pernah mendeteksi penyakitnya.
Bakat musik Charles mulai terlihat sejak usia 3 tahun. Semenjak dikirim ke Sekolah St. Augustine khusus untuk anak-anak tuna netra dan tuna rungu, dengan rasa sedih Charles mulai belajar membaca dan menulis musik dengan bahasa Braille. Charles kecil juga belajar menulis komposisi big band dan memainkan instrumen, antara lain terompet, klarinet, organ, alto saksofon dan piano. Komponis dunia yang pertama kali mempengaruhinya sangat beragam, mulai dari Chopin dan Sibelius, Grand Ole Opry, Duke Ellington dan Count Bassie hingga musisi jazz hebat seperti Art Tatum dan Artie Shaw.
Di usia 15 tahun, kedua orangtua Charles meninggal dunia. Sejak saat itu, Charles mulai coba-coba tampil di arena dansa orang-orang kulit hitam dan mulai berkenalan dengan jenis musik lainnya yang lebih beragam, termasuk hillbilly di mana dia belajar untuk beryodel, sebelum pindah ke Seattle.
Di awal kariernya, Charles sempat meniru gaya Nat King Cole dan membentuk grup yang mengiringi penyanyi rhythym and blues Ruth Brown. Satu hari, di daerah lampu merah Seattle, ia berkenalan dengan Quincy Jones yang mengasahnya menjadi produser dan komposer andal di kemudian hari. Pertemuan ini menjadi awal persahabatan panjang antara keduanya.
Perkembangan musik Charles kian menjadi. Atlantic Records bahkan membeli kontraknya dengan Swingtime Records tahun 1952 dan dua tahun kemudian ia merekam ”I Got a Woman”, gabungan antara musik gospel dan rhythm n’ blues, yang memelopori lahirnya jenis musik yang kemudian disebut soul.
Meraih 9 Grammy
Sepanjang kariernya, Charles telah meraih 9 dari 12 nominasi Grammy antara tahun 1960 hingga 1966, termasuk kategori album rekaman R&B terbaik selama tiga tahun berturut-turut, yaitu Hit the Road Jack, I Can’t Stop Loving You dan Busted. Lagu-lagu lainnya yang diaransemen ulang juga sama terkenalnya, antara lain ”Makin’ Whoopee” dan ”America the Beautiful”, yang dinyanyikannya di hadapan mantan Presiden Amerika Serikat Reagan saat pelantikannya di tahun 1985.
Tak disangkal, hal yang paling membahagiakan dalam hidupnya adalah bermain musik, bersama-sama dengan musisi yang berbeda aliran musiknya seperti Chaka Kan dan Eric Clapton. ”Saya terlahir dengan musik di dalam diri saya. Itulah satu-satunya alasan yang saya tahu,” kata Charles dalam buku otobiografinya Brother Ray yang dirilis tahun 1978.
Dalam bukunya, Charles juga menyebut Martin Luther King Jr. sebagai sahabatnya. Ini yang menyebabkan ia pernah menolak untuk tampil di Afrika Selatan karena para penontonnya dipisahkan berdasarkan warna kulit.
Kehebatannya menyanyi ternyata juga menambah rezeki Charles di bidang lainnya. Perusahaan minuman kaleng Pepsi mengontraknya sebagai model iklan televisi hanya untuk menyanyikan kalimat sederhana, ”uh huh”, termasuk membintangi sejumlah film layar lebar antara lain The Blues Brothers.
”Kami adalah aktor dengan kemampuan musikal,” kata Charles suatu kali. ”Kami melakukannya dengan membaca not, dan menyanyikan lirik dengan not, menceritakan sebuah kisah. Saya bisa membawa penonton dan mengantarkan mereka ke dalam suasana riuh-rendah sehingga mereka hampir saja membuat keributan dan saya bisa tetap duduk di situ sehingga kamu nyaris bisa mendengar suara pin jatuh.”
Ironis
Meski karier musiknya bergelimang sukses, Charles nyatanya juga bukan seorang malaikat tanpa cela. Kegemarannya bergonta-ganti perempuan juga telah melegenda sejalan dengan karya-karya yang dihasilkannya. Charles yang bercerai dua kali dan hidup menduda sejak 1952, dianugerahi 12 anak, 20 cucu dan lima cicit.
Charles juga terkenal dengan kebiasaannya menenggak heroin selama hampir 20 tahun sebelum ia berhenti di tahun 1965, setelah ia ditahan di bandara Boston. Meski demikian, Charles masih bisa menemukan sisi-sisi humor di balik insiden tersebut, terbukti ketika ia merilis dua album sekaligus, I Don’t Need Doctor dan Let’s Go Get Stoned, tahun 1966.
Setelah kejadian itu, Charles banyak mengelak ketika ditanya soal kegemarannya menenggak obat-obatan, ia khawatir kebiasaannya ini akan mempengaruhi pemikiran orang akan karya-karyanya. ”Saya pernah menjalani masa-masa kacau, tapi sekali saya naik ke atas panggung dan band mulai bermain musik, saya tidak tahu mengapa tapi rasanya kepedihan yang kamu rasakan dan minum aspirin, dan kamu tidak merasakan (sakit) itu lagi,” ujar Charles satu ketika.
Lagu pertamanya yang menjadi hits, ”What’d I Say”, yang dirilis tahun 1959 berhasil melambungkan namanya tapi di lain pihak juga membuat namanya dicerca. ”What’d I Say” adalah lagu yang diciptakan dengan menggunakan riff piano yang sederhana dengan suara rintihan Raeletts, yang menyebabkan lagu ini dilarang diputar di sejumlah radio.
Wexler yang memproduseri ”What’d I Say” mengaku, sepanjang kariernya ia hanya bekerja sama dengan tiga genius di dunia musik, yaitu Franklin, Bob Dylan dan Charles.
Dikutip dari surat kabar harian umum sore SINAH HARAPAN (Sabtu, 12 Juni 2004)