oleh : adiguna
Pengarang : Achmad Chodjim
Syekh Siti Jenar ingin mengajarkan Islam yang sesuai dengan tatanan kehidupan, kondisi dan budaya masyarakatnya. Berdasar pada akal budi yang terpimpin, melepaskan diri terlebih dulu dari hawa nafsu, kepalsuan dan dusta tetapi tetap dalam alur Syariat Islam dengan berpedoman pada Al-Qur’an, berbentuk Islam yang tumbuh dari dalam diri. Bagi Sang Syekh, hidup sesungguhnya adalah menjadi manusia hakiki yang merupakan perwujudan dari hak, kemandirian dan kodrat. Dalam hal ini ada perbedaan pandangan antara beberapa Sufi yang berpendapat pada dualisme, kesatuan hamba dan Tuhan dengan Sang Syekh yang lebih berfokus pada diri pribadi, satu realitas, Tuhan selalu bersama manusia. Menjadi manusia yang memahami eksistensinya karena hanya manusia yang mempunyai eksistensi didunia. Bagi Syekh, kepercayaan adalah kepercayaan, terlepas dari pandangan dualisme maupun monoisme, terlepas dari bermacam agama dan kepercayaan yang membungkusnya. Agama hanya sebuah jalan yang harus dilalui, dengan tujuan yang sama, Tuhan. Disini Syekh mengajarkan manusia untuk melihat perbedaan antara citra dan realita. Semua yang timbul dari sesama manusia adalah citra, sedangkan menguasai ilmu tentang kematian adalah realita.
Berbagai kajian tentang agama Islam yang dibahas dalam buku ini bersumber pada peninggalan sejarah tentang Syekh Siti Jenar dalam bentuk Pupuh (semacam bait-bait puisi yang biasa dilagukan). Diperlukan kematangan pemikiran kita dalam mendalami buku ini agar tidak timbul kesalahpahaman dalam mengartikan sehingga menjebak pemikiran kita sebagaimana pandangan negatif masyarakat Jawa terhadap Syekh Siti Jenar selama ini. Semua pandangan, ajaran dan pendapat Sang Syekh adalah bersumber pada Al-Qur’an yang ditafsirkan secara mendalam, akurat dan dalam pemaknaan yang tinggi sehingga sesuai dengan adat dan budaya masyarakat Jawa tanpa terjadi pemaksaan dalam artifikasi maupun pelaksanaan
Dalam pemikiran saya yang masih dangkal, dari pendapat Syekh Siti Jenar yang dikemukakan dalam buku ini adalah pentingnya implementasi dalam relevansi antara keikhlasan, kesederhanaan dan memberdayakan pemikiran yang logis untuk mencapai eksistensi manusia dalam perjalanan sementara didunia menuju hidup yang sesungguhnya. Tuhan hanya sebagai Causa Prima (Penyebab Pertama) dalam menciptakan manusia. Sedangkan perbuatan baik atau buruk pada manusia merupakan iradatnya sendiri dan tidak bisa disalahkan pada Tuhan. Jika manusia telah mencapai tingkatan dalam pengendalian diri yang baik, berbuat baik beramal saleh, mampu melepaskan hawa nafsu dan berbudi luhur, niscaya Tuhan akan senantiasa bersama manusia. Bila manusia tidak lagi memikirkan semua syari’at, tarekat, hakikat dan makrifat, maka dirinya telah menuju “manunggaling kawula Gusti”. Menjadi wujud realitas manusia sejati yang bisa berasal dari agama Islam, Buddha, Kristen ataupun lainnya. Memenuhi kodratnya sebagai khalifah-Nya didunia. Juga pendapat beliau yang menggambarkan demokrasi, perbedaan pendapat, keberagaman, persatuan dan berbagai pemikiran yang hebat akan tetapi terlalu jauh kedepan melampaui pemikiran umum pada masa itu sehinga menimbulkan perbedaan pendapat dan pergesekan dengan ajaran 8 Wali yang sudah ada pada waktu itu dan berpangkal pada pemusnahan bahkan pembelokan sejarah terhadap Syekh Siti Jenar dan ajarannya.
No comments:
Post a Comment